Paluterkini.com | Ketua DPP Partai Perindo Bidang Organisasi dan Kader mengkritisi kebijakan pemerintah Kota Palu soal Denda Rp 1 Juta bagi pelanggar aturan kebersihan dan tujuan meraih Adipura, Menurutnya, Jika pembangunan sebuah kota tujuannya hanya sekedar untuk memperoleh Adipura, dalam sistematika berfikir itu agak salah.
“Seharusnya membangun kota yang bersih yang tertip yang indah itu untuk kenyamanan warga dan untuk meningkatkan keadaban kota, agar bisa dinikmati oleh semua sedangkan adipura itu adalah bonusnya,” kata Yusuf Lakaseng saat ditemui Wartawan di Kawasan Hutan Kota Palu, Rabu,(17/8/2022).
Menurut dia, Adipura bukanlah sebuah tujuan, tujuan yang benar adalah melayani warga agar nyaman kotanya indah dan sehat sehingga orang merasa bahwa ini kota yang harmoni, kalaupun pemerintah pusat kemudian dalam penilaiannya memberikan Adipura, itu hanya bonus saja.
Kemudian untuk aturan denda, lanjut Yusuf, Kita tidak boleh langsung represif karena yang terpenting bagi warga adalah diedukasi dibangun kesadarannya, jika tidak demikian maka kelak akan menjadi problem dan pasti akan ada perlawanan balik dari warga, apalagi jika yang melanggar kebetulan dari warga yang tidak mampu yang untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja sulit apalagi diberikan denda semacam ini.
“sebaiknya pemkot membangun kesadaran warga, mungkin perlu waktu sosialisasi yang aktif dan massif dulu sebelum menerapkan aturan denda ini agar tidak menjadi problem baru, karena yang terpenting disini adalah kesadaran masyarakat agar hidup bersih menjadi budaya dan itu tidak bisa diciptakan lewat sangsi denda, itu hanya bisa tercipta lewat keteladanan,” jelas Yusuf.
Diketahui, sebelum pemerintah Kota Palu menerapkan denda Rp 1 Juta bagi pelanggar aturan kebersihan, pemkot dalam hal ini wali Kota telah terlebih dahulu menerbitkan perwali guna menarik retribusi sampah ke masyarakat, sedangkan diketahui sebelum perwali itu terbit telah terlebih dulu ada Perda yang telah mengatur soal retribusi sampah di Kota Palu.
Terkait hal tersebut Yusuf Lakaseng kembali menerangkan bahwa, jika telah diatur oleh perda, dalam tutunan peraturan tentunya perda memiliki posisi lebih tinggi daripada perwali, jika Wali Kota merasa itu tidak cukup maka harusnya bicara dengan DPR agar kemudian semua merasa dilibatkan, kita paham maksud wali kota itu baik tapi caranya itu jangan instan.
(Hr)